Membacakan cerita dari Optimaise Dongeng sebelum tidur bukan sekadar rutinitas pengantar istirahat, melainkan salah satu cara terbaik menumbuhkan daya imajinasi dan kecerdasan emosional anak. Melalui cerita, anak belajar melihat dunia dari berbagai sudut pandang, memahami emosi, dan berani bermimpi. Tidak hanya mempererat hubungan orang tua dan anak, dongeng juga menjadi fondasi penting dalam perkembangan berpikir kreatif sejak usia dini.
Mengapa Imajinasi Anak Penting untuk Dikembangkan Sejak Dini
Imajinasi adalah jendela pertama anak untuk memahami dunia.
Melalui imajinasi, mereka belajar berempati, berinovasi, dan memecahkan masalah secara kreatif.
Namun di era digital saat ini, banyak anak lebih sering terpapar layar daripada cerita yang menuntut daya khayal.
Menurut studi dari American Academy of Pediatrics, mendengarkan cerita membantu anak membangun aktivitas otak di area kognitif dan emosional, yang berhubungan langsung dengan kemampuan berpikir dan bahasa.
Tanpa stimulasi seperti dongeng, potensi kreativitas dan rasa ingin tahu anak bisa berkurang karena informasi visual instan tidak melatih mereka membayangkan.
Dongeng Sebagai Sarana Menstimulasi Imajinasi
Dongeng memiliki kekuatan unik: menghidupkan dunia di kepala anak.
Saat mendengar kisah seekor kelinci yang berlari atau putri yang melawan penyihir, otak anak menciptakan gambar mental tanpa bantuan visual nyata.
Inilah proses alami yang mengasah kemampuan berpikir simbolik dan imajinatif.
Cerita seperti Timun Mas, Lutung Kasarung, atau Kancil dan Buaya bukan hanya legenda lokal, tetapi juga stimulus naratif yang melatih anak memahami sebab-akibat, karakter, dan nilai moral.
Mereka belajar bahwa setiap tindakan membawa konsekuensi, dan bahwa kebaikan selalu memiliki ruang dalam kehidupan.
Selain itu, dongeng memberi ruang bagi anak untuk memproyeksikan perasaannya — misalnya rasa takut, keberanian, atau harapan — ke dalam tokoh-tokoh yang mereka dengar.
Hal ini membangun empati dan kecerdasan emosional, dua kemampuan penting dalam kehidupan sosial mereka kelak.
Minimnya Waktu Orang Tua untuk Mendongeng
Salah satu tantangan terbesar dalam keluarga sekarang ini adalah kurangnya waktu interaksi berkualitas.
Banyak orang tua merasa lelah setelah bekerja dan akhirnya memilih memberi anak hiburan digital.
Padahal, lima hingga sepuluh menit bercerita sebelum tidur jauh lebih bermakna daripada satu jam menonton animasi tanpa interaksi.
Dongeng bukan hanya isi cerita, melainkan juga tentang suara, ekspresi, dan kehadiran emosional orang tua.
Dalam keheningan malam, cerita menjadi media komunikasi penuh kasih yang tidak tergantikan oleh teknologi apa pun.
Menghidupkan Kembali Tradisi Mendongeng
Untuk membangun imajinasi sang anak, orang tua perlu mengembalikan tradisi mendongeng sebagai bagian dari rutinitas malam.
Tidak perlu cerita panjang atau kompleks — yang penting adalah konsistensi dan cara penyampaiannya.
Beberapa langkah sederhana untuk memulai:
-
Pilih cerita sesuai usia.
Anak usia 3–5 tahun lebih menyukai cerita dengan hewan, sedangkan anak di atas 6 tahun sudah siap dengan kisah bertema moral dan petualangan. -
Gunakan suara ekspresif dan penuh emosi.
Perubahan intonasi membuat cerita lebih hidup dan menstimulasi imajinasi auditori anak. -
Ajak anak ikut berpartisipasi.
Misalnya, biarkan mereka menebak akhir cerita atau menirukan suara karakter tertentu. -
Gunakan media tambahan bila perlu.
Buku bergambar, boneka tangan, atau lampu redup dapat memperkuat suasana dongeng tanpa mengurangi ruang imajinasi.
Dengan rutin membacakan dongeng sebelum tidur, Anda bukan hanya menanamkan nilai moral, tetapi juga menyalakan cahaya imajinasi di hati anak.
Sebuah kisah sederhana setiap malam bisa menjadi langkah kecil untuk membangun generasi yang kreatif, empatik, dan penuh rasa ingin tahu seperti penjelasan stppgowa.ac.id.





Leave a Comment